Pethotan

Makanan ini sudah lama tak saja jumpai. 10 tahun lebih. Seingat saya terakhir makan pethotan saat masih berada di kampung. Sebelum tahun 2010.

Di Depok, tidak ada pethotan. Saat pertama kali menyebut nama itu, saya harus berdebat dengan istri. Dia kebingunan membayangkan seperti apa bentuk pethotan, padahal sudah saja jelaskan isinya gula jawa, warna putih, dibungkus daun pisang. Kalo dimakan sedikit kenyal, saat dikunyah byur isian gula merahnya pecah di mulut. Dan itu sensasi paling enak dari makan pethotan buat saya.

Karena nggak menghasilkan titik temu, akhirnya istri mengambil hape saya juga. Di waktu bersamaan istri membuka youtube, saya menambuka google chrome. Dari situ saya baru tahu bahwa di Depok namanya bukan pethotan, tetapi awug-awug.




Namun, istilah pethotan tetap muncul juga, disebutkan bahwa itu makanan khas dari Temanggung. Saya sedikit keberatan sebetulnya, karena asal saya daerah Magelang, dan di desa saya banyak orang yang membuat pethotan juga saat ada acara, tapi oleh sebuah akun youtube disebutkan kalau itu makanan khas asal Temanggung yang ngangenin. Yasudah lah, saya anggap ini satu daerah karena memang kampung saya berbatasan dengan Temanggung cuma Temanggung dapat nama yang lebih harum kali ini karena mengenalkan pethotan pada khalayak.

Hari ini Selasa pagi, pas saya libur bekerja. Istri tiba-tiba membawa beberapa lembar daun pisang, dia bilang mau membuat pethotan (awug-awug). Kata dia, dibuatnya mudah bahannya: tepung beras, parutan kelapa, gula jawa, gula pasir, sedikit garam, dicampur, lalu dibungkus daun pisan kemudian dikukus selama 20 menit setelah air mendidih.

Seusai sholat dhuha, pethotan jadi. Dengan kondisi masih ada asap panas keluar dari bungkus pethotan, kami berempat berebut memotong-motong pethotan dengan sendok, yang kami taruh diatas piring, di depan kipas angin. Salman dan sulaiman berebut sendok, kata sulaiman ini punya ku, kata salman sebelah sini bagianku. Dan saya mendamaikan mereka, dengan mengambilkan dua lagi dari panci yang masih berada diatas kompor.

Makan dua pethotan, sudah cukup mengobati rasa kangen saya selama lebih dari 10 tahun. Karena perut tak kuat lagi untuk menambah satu bungkus. Rasa manis gula jawa membuat perut gampang eneg. Yang terpenting bagi kami, makan pethotan hari ini telah membuat saya dan istri kembali damai soal nama pethotan dan awug-awug.

Saya sudah tidak mempermasalahkan lagi nama pethotan di Depok. Biarlah Depok menggunakan nama awug-awug, yang penting sensasi pecahnya gula jawa panas itu memang beneran ngangenin.

Posting Komentar

0 Komentar